Piala Dunia FIFA 2026 sudah dekat, dan bagi penggemar sepak bola di Indonesia, kabar baik datang dari Televisi Republik Indonesia (TVRI). TVRI resmi memperoleh hak siar eksklusif Piala Dunia 2026 untuk wilayah Indonesia. Artinya, seluruh pertandingan turnamen sepak bola terbesar di dunia ini bisa dinikmati masyarakat secara gratis melalui layar kaca TVRI.
Langkah ini menandai sebuah momentum penting, bukan hanya bagi TVRI sebagai lembaga penyiaran publik, tetapi juga bagi jutaan warga Indonesia yang selama ini kerap khawatir akan akses terbatas atau biaya mahal untuk menonton ajang sebesar Piala Dunia.
Sebelum TVRI kembali mendapatkan hak siar, perjalanan penyiaran Piala Dunia di Indonesia kerap berpindah tangan. Pada periode 1990–1998, TVRI dan RCTI menjadi pionir dalam menyiarkan laga Piala Dunia, dan saat itu menonton pertandingan bersama keluarga mulai menjadi fenomena baru. Memasuki 2002–2010, giliran stasiun swasta seperti SCTV, Indosiar, dan RCTI yang bergantian memegang hak siar, dengan pertandingan yang kerap menjadi magnet iklan besar-besaran. Pada 2014 dan 2018, hak siar dikuasai oleh Grup Emtek (SCTV dan Indosiar), sehingga penonton Indonesia terpaksa mengandalkan televisi swasta berbayar untuk mengakses pertandingan tertentu.

Kondisi serupa berlanjut di Piala Dunia 2022 ketika Emtek Group melalui Vidio, SCTV, dan Indosiar kembali memegang hak siar, namun banyak penonton mengeluhkan akses berbayar, khususnya streaming premium Vidio, yang membatasi masyarakat menengah ke bawah. Dengan kembalinya hak siar Piala Dunia 2026 ke tangan TVRI, publik Indonesia pun bisa bernostalgia pada masa ketika siaran olahraga besar dapat dinikmati secara gratis oleh semua kalangan.
TVRI bukan sekadar stasiun televisi biasa. Didirikan pada 24 Agustus 1962, TVRI merupakan lembaga penyiaran publik pertama di Indonesia dengan misi utama melayani kepentingan rakyat. Sebagai penyiar publik, TVRI memiliki ciri khas yang membedakannya dari televisi swasta. Karakteristik tersebut antara lain bersifat non-komersial, di mana meski menayangkan iklan, tujuan utamanya bukan mencari keuntungan semata.
Selain itu, TVRI bersifat inklusif karena tayangannya harus dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, baik di kota maupun di desa. TVRI juga mengemban mandat penting di bidang pendidikan dan budaya, tidak hanya menyajikan hiburan, tetapi juga menyebarkan edukasi serta memperkuat identitas bangsa. Dengan berhasil memenangkan hak siar Piala Dunia 2026, TVRI mendapat kesempatan emas untuk kembali membuktikan relevansinya di era digital dan memperkuat posisinya sebagai media publik yang dekat dengan masyarakat.
Berdasarkan pernyataan resmi DPR RI dan laporan berbagai media, TVRI resmi menjadi pemegang hak siar eksklusif Piala Dunia 2026 untuk Indonesia. Seluruh pertandingan dapat disaksikan secara gratis di layar televisi nasional, sehingga masyarakat dari berbagai kalangan bisa menikmatinya tanpa biaya tambahan. DPR RI Komisi VII menyambut baik keputusan ini, meski memberikan catatan bahwa TVRI perlu membenahi kualitas siaran agar tayangan dapat dinikmati dengan lebih baik. Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah melalui DPR juga telah menyetujui tambahan anggaran yang ditujukan guna meningkatkan kualitas siaran serta memperkuat infrastruktur pemancar TVRI di seluruh wilayah Indonesia.
Piala Dunia 2026 akan berlangsung pada 11 Juni hingga 19 Juli 2026 dengan tiga negara menjadi tuan rumah, yakni Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko. Turnamen edisi ini akan mencetak sejarah baru karena menghadirkan jumlah peserta terbanyak sepanjang sejarah, yaitu 48 tim nasional, dengan total 104 pertandingan yang akan digelar. Dengan jadwal yang berlangsung lebih dari satu bulan, masyarakat Indonesia akan disuguhi tayangan sepak bola intens setiap hari, mulai dari fase grup yang penuh kejutan hingga laga final yang selalu dinantikan.

Meski hak siar Piala Dunia 2026 sudah resmi di tangan, tanggung jawab besar menanti TVRI. Salah satu tantangan utama adalah kualitas sinyal dan infrastruktur, mengingat banyak pemancar TVRI yang masih berusia tua dan berpotensi mengganggu siaran, terutama di wilayah terpencil. Selain itu, kualitas produksi siaran juga menjadi sorotan karena ajang sebesar Piala Dunia menuntut standar internasional, mulai dari grafis, komentar, hingga liputan pendukung yang modern agar tidak kalah bersaing dengan televisi global.
Tantangan berikutnya adalah adaptasi terhadap kebiasaan menonton masyarakat yang kini lebih banyak menggunakan ponsel. TVRI perlu menyiapkan layanan streaming resmi atau menjalin kolaborasi digital agar generasi muda tetap terhubung. Di sisi lain, persaingan dengan streaming ilegal juga tidak bisa dihindari, karena link bajakan biasanya cepat menyebar di media sosial. Oleh karena itu, TVRI harus mampu menghadirkan pengalaman menonton yang berkualitas dan mudah diakses agar penonton tidak beralih ke layanan ilegal.
Hak siar Piala Dunia 2026 yang dimiliki TVRI memberikan banyak manfaat bagi masyarakat Indonesia. Pertama, akses gratis membuat semua orang, dari Sabang hingga Merauke, dapat menikmati pertandingan tanpa pembatasan premium, sehingga tidak ada lagi kesenjangan dalam mengakses tontonan bergengsi ini. Kedua, budaya nonton bareng atau nobar dipastikan akan kembali marak, baik di warung kopi, balai desa, maupun lapangan, menciptakan suasana kebersamaan yang mempererat hubungan sosial.
Ketiga, kegiatan nobar juga akan membawa dampak positif bagi ekonomi lokal, terutama bagi pelaku UMKM yang berjualan makanan, minuman, jersey, dan berbagai pernak-pernik sepak bola. Terakhir, Piala Dunia menjadi hiburan lintas generasi, di mana tidak hanya pria dewasa yang menikmatinya, tetapi juga anak-anak, ibu-ibu, hingga kakek-nenek dapat turut merasakan atmosfer kebersamaan yang tercipta dari ajang sepak bola terbesar di dunia ini.
Meski mayoritas publik menyambut gembira keputusan TVRI sebagai pemegang hak siar Piala Dunia 2026, sejumlah kritik dan pro-kontra tetap bermunculan. Kualitas siaran TVRI kerap dianggap masih tertinggal dibandingkan televisi swasta, sehingga muncul keraguan apakah mereka mampu menghadirkan tayangan yang setara dengan standar internasional.
Kekhawatiran teknis juga mencuat, terutama soal kemampuan TVRI dalam menayangkan seluruh 104 pertandingan tanpa gangguan berarti. Selain itu, transparansi anggaran menjadi sorotan, mengingat tambahan dana dari APBN harus benar-benar dikelola secara bijak dan akuntabel. Meski begitu, jika semua tantangan tersebut dapat diatasi, kepercayaan publik terhadap TVRI bisa meningkat drastis dan memperkuat posisinya sebagai lembaga penyiaran publik yang relevan di era modern.
Banyak negara lain telah memberikan contoh bagaimana Piala Dunia seharusnya dihadirkan sebagai tontonan publik. Di Inggris, BBC dan ITV memiliki kewajiban untuk menyiarkan Piala Dunia secara gratis sebagai bagian dari layanan publik. Di Jerman, mandat serupa juga berlaku bagi stasiun televisi publik ARD dan ZDF yang memastikan seluruh rakyat bisa menikmati pertandingan tanpa biaya tambahan. Sementara itu, di Australia, SBS sebagai penyiar publik turut menayangkan Piala Dunia melalui siaran free-to-air. Dengan TVRI kini memegang hak siar Piala Dunia 2026, Indonesia berada di jalur yang sama, memperkuat prinsip bahwa ajang olahraga terbesar di dunia harus bisa diakses secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat.
Keputusan memberikan hak siar eksklusif Piala Dunia 2026 kepada TVRI adalah langkah bersejarah. Dengan siaran gratis, rakyat Indonesia akan menikmati pesta sepak bola terbesar di dunia tanpa hambatan biaya.
Tantangan tentu ada: kualitas siaran, kesiapan infrastruktur, hingga persaingan dengan platform digital. Namun jika TVRI berhasil memanfaatkan kesempatan ini, bukan hanya ajang olahraga yang akan meriah, tetapi juga kebangkitan penyiaran publik Indonesia.
Piala Dunia 2026 bisa menjadi momen emas bagi TVRI untuk membuktikan bahwa ia masih relevan, modern, dan tetap menjadi televisi milik rakyat Indonesia.