Kristo Immanuel Ungkap Tantangan Jadi Pengisi Suara Garuda di Dadaku karena Terbiasa Impersonate

0
0
Sumber: Celebrity - Okezone.com

Kristo Immanuel figur yang selama ini lekat dengan citra kreator konten dan impersonator berbakat di media sosial kini menghadapi babak baru dalam perjalanan kariernya. Keahliannya menirukan berbagai suara memang telah mengantarkannya pada popularitas luas, namun kesempatan mengisi suara karakter Gaga dalam film animasi Garuda di Dadaku menghadirkan tantangan yang sama sekali berbeda. Dalam berbagai kesempatan, Kristo mengungkap bahwa proyek ini bukan hanya tentang tampil di layar suara, melainkan proses pendewasaan artistik yang menuntut disiplin dan pendalaman karakter.

Bagi Kristo, keterlibatan dalam Garuda di Dadaku menjadi momen istimewa karena menyentuh mimpi masa kecilnya untuk terlibat dalam dunia animasi dan perfilman. Namun, di balik rasa bangga tersebut, ada tuntutan besar untuk melepaskan kebiasaan impersonasi yang selama ini menjadi kekuatan utamanya. Alih-alih meniru karakter atau figur yang sudah dikenal publik, ia harus membangun identitas suara yang sepenuhnya original selaras dengan visi sutradara, ritme cerita, dan kebutuhan emosi karakter dalam setiap adegan. Proses inilah yang membuat pengalaman tersebut terasa menantang sekaligus memperkaya, karena memaksa Kristo keluar dari zona nyaman dan mengasah kemampuan akting suara secara lebih mendalam dan profesional.

Sumber: ERA.ID

Jauh sebelum terlibat dalam proyek film animasi, nama Kristo Immanuel telah lebih dulu dikenal luas lewat berbagai konten impersonate yang kerap viral di media sosial. Ia piawai menirukan suara tokoh publik, karakter animasi populer, hingga figur-figur ikonik dengan tingkat kemiripan yang mengundang decak kagum warganet. Konsistensi mengunggah konten semacam ini tidak hanya membangun basis penggemar yang besar, tetapi juga mengasah kemampuan vokalnya dalam rentang karakter yang sangat beragam. Namun, di sisi lain, kebiasaan tersebut turut membentuk pola kerja yang mengandalkan “meminjam” warna suara yang sudah familiar di telinga publik.

Dalam sejumlah wawancara, Kristo mengungkap bahwa ketertarikannya pada dunia suara sebenarnya tidak berhenti pada impersonasi semata. Ia pernah mempelajari teknik dasar voice acting dan mencoba mengkombinasikannya dengan keahlian meniru suara untuk memperkaya konten kreatif yang ia buat. Meski demikian, pengalaman tersebut masih berada dalam ranah hiburan digital yang relatif bebas dan improvisatif, berbeda dengan tuntutan produksi film yang lebih terstruktur dan disiplin.

Peralihan dari kreator konten impersonate ke pengisi suara karakter orisinal dalam film animasi pun menuntut perubahan cara berpikir yang signifikan. Kristo tidak lagi cukup menyalin intonasi atau karakter suara tertentu, melainkan harus menggali emosi, latar belakang, serta motivasi tokoh yang ia perankan secara konsisten dari awal hingga akhir cerita. Tantangan inilah yang ia soroti ketika berbicara dalam konferensi pers proyek Garuda di Dadaku sebuah proses adaptasi yang menguji kematangan artistik sekaligus menandai langkah seriusnya dalam dunia akting suara profesional.

Dalam konferensi pers peluncuran teaser sekaligus pengumuman jajaran pengisi suara Garuda di Dadaku, Kristo Immanuel mengungkap bahwa latar belakangnya sebagai impersonator justru menghadirkan tantangan tersendiri ketika harus menghidupkan karakter yang sepenuhnya baru. Ia mengakui, kebiasaan meniru suara yang bersifat imitatif dan episodic berorientasi pada punchline atau momen singkat yang menghibur kerap membuatnya perlu beradaptasi lebih keras untuk menjaga konsistensi karakter. Berbeda dengan impersonasi, voice acting dalam film animasi menuntut kesinambungan emosi dan penghayatan yang utuh dari satu adegan ke adegan lain, sehingga karakter terasa hidup dan berkembang seiring alur cerita.

Tantangan tersebut terasa semakin kompleks ketika Kristo harus mempertahankan warna suara dan nuansa emosi yang stabil dalam adegan-adegan panjang, terutama saat karakter yang sama muncul berulang dengan motivasi dan situasi yang berbeda. Selain itu, memerankan sosok Gaga sebagai karakter non-manusia juga menuntut imajinasi yang lebih luas; tanpa ekspresi fisik, seluruh energi, emosi, dan kepribadian harus disalurkan lewat suara semata. Ia pun harus belajar menyesuaikan diri dengan arahan sutradara dan kebutuhan naskah, termasuk permintaan variasi intonasi demi mendukung timing komedi maupun momen dramatis sesuatu yang tidak selalu sejalan dengan kebiasaan improvisatif dalam konten impersonate. Meski demikian, Kristo menegaskan bahwa rangkaian tantangan tersebut justru menjadi bagian paling berharga dari prosesnya, sebuah fase pembelajaran yang ia nikmati sebagai langkah penting menuju profesionalisme di dunia akting suara.

Dalam sejumlah wawancara yang dikutip media, Kristo Immanuel menegaskan bahwa keterlibatannya sebagai pengisi suara tidak hanya bertumpu pada kemampuan meniru suara yang selama ini melekat pada dirinya. Ia mengungkap pernah mengikuti pelatihan voice acting serta mengasah berbagai teknik vokal untuk menemukan karakter suara yang lebih orisinal dan konsisten bagi sosok Gaga. Proses tersebut ia lengkapi dengan membaca naskah berulang kali, berdiskusi secara mendalam dengan sutradara dan produser, serta mencoba beragam pendekatan interpretasi suara hingga tercapai keseimbangan antara karakter yang diinginkan film dan identitas vokalnya sendiri.

Sumber: Instagram/kristo.immanuel

Pendekatan ini merupakan praktik umum dalam produksi film animasi, di mana aktor suara kerap diminta menghidupkan tokoh yang jauh berbeda secara fisik maupun karakter dari dirinya. Karena itu, dibutuhkan imajinasi yang kuat serta penguasaan teknik dasar seperti pernapasan, artikulasi, dan pengendalian resonansi suara. Bagi Kristo, seluruh rangkaian proses tersebut menjadi pengalaman yang sangat berkesan bahkan ia menyebutnya sebagai perjalanan yang sangat menyenangkan sekaligus perwujudan mimpi masa kecilnya untuk terlibat sebagai pengisi suara dalam tontonan anak-anak.

Penggarapan Garuda di Dadaku dalam bentuk film animasi menjadi tonggak penting bagi tim produksi. Berdasarkan keterangan resmi, proyek ini digarap di bawah arahan sutradara Ronny Gani dengan dukungan para produser serta ratusan animator yang berasal dari berbagai studio animasi di Indonesia. Cerita tentang semangat dan dunia sepak bola yang telah melekat kuat pada versi sebelumnya tetap dipertahankan, namun kini dihadirkan ulang dalam format animasi berdurasi panjang yang menyasar penonton keluarga dan generasi muda.

Dalam rangka memperkenalkan proyek ini ke publik, tim produksi turut meluncurkan teaser trailer dan poster resmi, sekaligus mengumumkan daftar pengisi suara. Keterlibatan aktor dan kreator konten dari berbagai latar belakang, termasuk Kristo Immanuel, mencerminkan upaya menyatukan talenta generasi lama dan baru agar film memiliki jangkauan penonton yang lebih luas. Meski demikian, pihak produksi menegaskan bahwa pemilihan pengisi suara dilakukan berdasarkan kesesuaian karakter dan kemampuan akting suara yang dibutuhkan, bukan semata karena tingkat popularitas di media sosial.

Sejak kabar pemilihan pemeran suara diumumkan bersamaan dengan peluncuran teaser, respons publik pun bermunculan dengan beragam reaksi. Banyak penonton menyambut positif karena tersentuh unsur nostalgia Garuda di Dadaku, namun tak sedikit pula yang menaruh rasa ingin tahu besar terhadap seperti apa wujud versi animasi beserta karakter dan suara barunya. Bagi penggemar Kristo Immanuel, keikutsertaannya dalam proyek ini dipandang sebagai bukti pendewasaan kemampuan di luar konten media sosial. Sementara itu, penikmat film pada umumnya menaruh harapan tinggi agar adaptasi animasi ini tetap setia pada semangat dan nilai cerita yang telah melekat pada karya aslinya. Sejumlah media juga mencatat antusiasme kuat dari kalangan keluarga yang berharap film ini dapat menjadi tontonan yang tidak hanya menghibur, tetapi juga memiliki nilai edukatif.

Di sisi lain, Kristo menyampaikan harapannya agar Garuda di Dadaku versi animasi mampu menjembatani penonton lama dan generasi baru, sekaligus memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan industri animasi dalam negeri. Ia pun mengungkapkan apresiasi kepada tim produksi yang memberinya kebebasan bereksplorasi dalam membangun karakter suara, sebuah kesempatan penting baginya untuk melangkah dari identitas sebagai impersonator menuju aktor suara yang lebih profesional dan dihargai.

Transformasi Kristo Immanuel dari figur impersonator yang tumbuh lewat budaya digital menuju pengisi suara film animasi Garuda di Dadaku mencerminkan pertemuan menarik antara dunia kreator daring dan industri kreatif yang lebih mapan. Keahlian meniru suara memang menjadi fondasi teknis yang kuat, namun keterlibatan dalam produksi film menuntut kompetensi yang jauh lebih kompleks, mulai dari konsistensi akting, pendalaman karakter, hingga kemampuan berkolaborasi dalam sistem kerja yang terstruktur. Alih-alih menjadi hambatan, rangkaian tantangan tersebut justru dipandang Kristo sebagai pengalaman berharga yang memperluas kapasitas kreatifnya dan membuka peluang baru dalam perjalanan kariernya sebagai aktor suara sekaligus kreator profesional.