FFI 2025: Daftar 25 Film Cerita Panjang yang Masuk Seleksi Awal

0
0
Sumber: VOI

Festival Film Indonesia (FFI) kembali hadir di tahun 2025 dengan semangat baru dalam merayakan pencapaian para sineas Tanah Air. Ajang bergengsi yang telah menjadi tradisi sejak era 1950-an ini selalu menjadi tolok ukur kualitas perfilman Indonesia. Tahun ini, perhatian publik tertuju pada pengumuman 25 film cerita panjang terbaik yang berhasil masuk tahap seleksi awal. Daftar ini bukan hanya kumpulan judul film, tetapi juga representasi keragaman tema, genre, serta identitas sinema Indonesia modern.

Pengumuman ini disambut hangat oleh para penggemar film, kritikus, dan pelaku industri. Sebab, masuk ke dalam daftar seleksi awal FFI bukanlah hal mudah. Prosesnya panjang, ketat, dan melalui kurasi yang mendetail oleh komite seleksi yang terdiri dari pakar film, akademisi, serta pelaku industri yang kredibel.

FFI 2025 mencatat jumlah pendaftaran yang luar biasa dengan total 794 karya yang masuk untuk dipertimbangkan. Angka ini melonjak cukup signifikan dibandingkan FFI 2024 yang hanya mencatat 683 karya. Dari keseluruhan jumlah tersebut, kategori film cerita panjang menyumbang sebanyak 130 judul, sementara sisanya terbagi dalam 272 film pendek, 72 animasi pendek, 4 animasi panjang, 13 dokumenter panjang, 102 dokumenter pendek, serta 201 karya kritik film.

Lonjakan jumlah pendaftaran ini menjadi bukti nyata bahwa gairah dunia perfilman Indonesia semakin berkembang pesat. Dengan semakin banyak karya yang diproduksi, persaingan menuju Piala Citra pun kian ketat dan menantang.

Setelah melalui proses seleksi awal yang berlangsung dari 1 September hingga 31 Oktober 2025, FFI akhirnya merilis daftar 25 film cerita panjang yang berhasil masuk tahap penting ini. Daftar tersebut meliputi berbagai genre dan nama besar, mulai dari 1 Kakak 7 Ponakan karya Yandy Laurens, 2nd Miracle in Cell No 7 garapan Herwin Novianto, Angkara Murka karya Eden Junjung, Bolehkah Sekali Saja Kumenangis dari Reka Wijaya, hingga Dia Bukan Ibu besutan Randolph Zaini. Film lainnya yang juga masuk antara lain Gowok arahan Hanung Bramantyo, Home Sweet Loan karya Sabrina Rochelle Kalangie, Jumbo dari Ryan Adriandhy, serta Kitab Sijjin dan Illiyyin yang disutradarai Hadrah Daeng Ratu. Nama-nama lain yang turut memperkaya daftar ini mencakup Komang (Naya Anindita), My Annoying Brother (Dinna Jasanti), Panggil Aku Ayah (Benni Setiawan), Pangku (Reza Rahadian), Panji Tengkorak (Daryl Wilson), hingga Pengepungan di Bukit Duri yang digarap oleh sineas ternama Joko Anwar.

Sumber: Medcom.id

Tak ketinggalan, ada juga Perang Kota dari Mouly Surya, Qodrat 2 karya Charles Gozali, Rangga & Cinta arahan Riri Riza, Siapa Dia karya Garin Nugroho, serta Singsot: Siulan Kematian garapan Wahyu Agung Prasetyo. Yandy Laurens bahkan berhasil menempatkan dua film sekaligus lewat 1 Kakak 7 Ponakan dan Sore: Istri dari Masa Depan. Sementara itu, daftar ini juga diwarnai oleh Tale of The Land karya Loeloe Hendra, Tebusan Dosa besutan Yosep Anggi Noen, The Shadow Strays karya Timo Tjahjanto, hingga Tinggal Meninggal dari Kristo Immanuel.

Kehadiran nama-nama besar seperti Joko Anwar, Mouly Surya, Riri Riza, hingga Garin Nugroho memperlihatkan konsistensi sineas papan atas dalam menjaga kualitas karya mereka. Namun, yang tak kalah menarik adalah munculnya sutradara muda dan pendatang baru dengan perspektif segar, yang menandakan adanya regenerasi sehat dalam dunia perfilman Indonesia.

Dari daftar 25 film cerita panjang yang lolos seleksi awal FFI 2025, terdapat beberapa catatan menarik terkait sutradara dan rumah produksi yang terlibat. Pertama, terlihat jelas dominasi sutradara laki-laki dalam ajang ini.

Dari seluruh film yang masuk, hanya ada lima karya sutradara perempuan yang berhasil menembus daftar, yaitu Home Sweet Loan karya Sabrina Rochelle Kalangie, Kitab Sijjin dan Illiyyin garapan Hadrah Daeng Ratu, Komang dari Naya Anindita, My Annoying Brother besutan Dinna Jasanti, serta Perang Kota karya Mouly Surya. Angka ini menegaskan bahwa isu kesetaraan gender di industri film Indonesia masih menjadi tantangan yang perlu mendapat perhatian lebih serius.

Selain itu, terdapat fenomena menarik dari sutradara dengan lebih dari satu film dalam daftar seleksi awal. Yandy Laurens menjadi sorotan karena berhasil menempatkan dua filmnya sekaligus, yakni 1 Kakak 7 Ponakan dan Sore: Istri dari Masa Depan. Hal ini menunjukkan konsistensi dan produktivitasnya dalam menghasilkan karya yang diapresiasi oleh kurator FFI.

Sumber: instagram/1kakak7ponakan

Dari sisi rumah produksi, Visinema mencatat prestasi gemilang dengan tiga film yang masuk daftar, yaitu Home Sweet Loan, Jumbo, dan Panggil Aku Ayah. Sementara itu, rumah produksi besar lainnya seperti Falcon Pictures, MVP Pictures, Rapi Films, Cerita Films, dan Starvision juga berhasil mengamankan posisi masing-masing dengan dua film. Dominasi para rumah produksi besar ini mencerminkan kekuatan finansial dan jaringan distribusi yang mereka miliki. Namun, di sisi lain, hal ini juga membuka peluang bagi sineas independen untuk berkolaborasi dengan studio besar, sehingga tercipta karya berkualitas yang mampu bersaing di kancah nasional maupun internasional.

Daftar 25 besar FFI 2025 menampilkan keragaman tema dan genre yang memperlihatkan dinamika perfilman Indonesia saat ini. Beberapa film hadir sebagai hasil adaptasi, seperti 2nd Miracle in Cell No 7 dan My Annoying Brother yang mengangkat kisah populer dari film internasional ke dalam konteks lokal. Sementara itu, tema sejarah dan sosial tampak kuat melalui karya seperti Pengepungan di Bukit Duri garapan Joko Anwar serta Perang Kota karya Mouly Surya, yang menyajikan narasi reflektif tentang perjalanan bangsa.

Di sisi lain, tema religi dan spiritual juga mendapat sorotan lewat Qodrat 2 dan Kitab Sijjin dan Illiyyin yang mengusung unsur kepercayaan, mistik, serta nilai-nilai transendental. Untuk ranah drama keluarga dan romansa, film seperti Rangga & Cinta, Komang, dan Panggil Aku Ayah berfokus pada emosi penonton melalui kisah-kisah personal yang menyentuh.

Tidak kalah menarik, genre eksperimen dan fantasi juga hadir dengan keberanian eksplorasi, misalnya The Shadow Strays karya Timo Tjahjanto dan Tale of The Land besutan Loeloe Hendra, yang memperlihatkan sisi inovatif perfilman modern. Keragaman genre ini membuktikan bahwa perfilman Indonesia semakin percaya diri dalam menghadirkan variasi tontonan, baik yang bersifat komersial maupun artistik, sekaligus membuka jalan menuju daya saing global.

FFI 2025 memiliki arti penting yang lebih dari sekadar ajang penghargaan tahunan, karena perannya begitu vital bagi perkembangan perfilman Indonesia. Pertama, FFI beserta Piala Citra kerap disebut sebagai “Oscar”-nya Indonesia. Film yang meraih kemenangan di ajang ini biasanya mendapat pengakuan luas, tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga membuka peluang untuk melangkah ke festival internasional. Kedua, FFI juga menjadi wadah bagi regenerasi sineas.

Masuknya nama-nama baru dalam daftar 25 besar tahun ini membuktikan bahwa regenerasi berjalan sehat, di mana industri film tidak hanya bertumpu pada nama besar yang sudah mapan, melainkan juga memberi ruang bagi talenta muda untuk menunjukkan kualitas mereka. Ketiga, FFI berperan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif. Semakin banyak film berkualitas yang lahir, semakin kuat pula ekosistem industri film, mulai dari distribusi bioskop, layanan streaming, hingga peluang tampil di panggung festival internasional. Dengan demikian, FFI bukan hanya ajang apresiasi, tetapi juga motor penggerak bagi masa depan perfilman Indonesia.

Setelah melewati seleksi awal, perjalanan menuju Piala Citra FFI 2025 masih cukup panjang dan penuh antisipasi. Tahap berikutnya akan berlangsung pada Oktober 2025, di mana nominasi resmi untuk berbagai kategori akan diumumkan, mulai dari penyutradaraan, penulisan skenario, akting, hingga kategori teknis lainnya. Puncaknya akan digelar pada November 2025, yakni malam Anugerah Piala Citra yang akan menentukan para pemenang utama, termasuk penghargaan paling prestisius yaitu Film Cerita Panjang Terbaik.

Momen ini selalu menjadi sorotan karena bukan hanya sekadar penyerahan penghargaan, tetapi juga ajang apresiasi terbesar bagi karya sineas Tanah Air. Publik dan para kritikus kini menanti dengan penuh rasa penasaran, film mana saja dari daftar 25 besar yang akan mendominasi nominasi dan akhirnya meraih kejayaan di panggung bergengsi perfilman Indonesia tersebut.

Pengumuman 25 film cerita panjang yang masuk seleksi awal FFI 2025 adalah bukti nyata bahwa perfilman Indonesia sedang berada dalam fase produktif dan kompetitif. Nama-nama besar masih menunjukkan taringnya, namun generasi baru juga mulai mengisi panggung.

FFI bukan hanya tentang penghargaan, tetapi juga tentang bagaimana industri ini membangun masa depan. Dari deretan film yang lolos, publik akan mendapat gambaran tren cerita, genre, hingga keberanian sineas bereksperimen.

Kini semua mata tertuju pada bulan Oktober untuk pengumuman nominasi, dan puncaknya November saat Piala Citra digelar. Apakah favoritmu ada di daftar 25 besar ini? Mari kita nantikan bersama.