Jakarta [02/05] – Bank Indonesia [BI] merupakan pihak yang paling bertanggungjawab atas membengkaknya pemberian dana Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek [FPJP], untuk menyelamatkan Bank Century. Saat memberikan kesaksian pada kasus Bank Century di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat [02/05], Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, perubahan kebutuhan modal dari Rp 632 miliar menjadi Rp 2,6 triliun terjadi karena kurangnya pengawasan Bank Indonesia terhadap Bank Century.
Menurutnya, setelah keluar putusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan [KSSK] untuk menetapkan Bank Century sebagai Bank gagal berdampak sistemik, ia mendapat laporan bahwa kebutuhan modal Rp 632 miliar. Hal ini dikarenakan ada surat berharga yang dimacetkan. Sri Mulyani mengaku kecewa terhadap BI, karena Bank Century sudah dalam pengawasan BI sejak merger tahun 2005, tapi tidak bisa mendeteksi masalah surat berharga ini.
“Saya kecewa dengan data BI. Tetapi, sebagai Menkeu, saya bertanggungjawab atas perekonomian di Indonesia,” tegas Sri Mulyani.
Sri Mulyani Telah Laporkan Masalah Century ke JK
Sementara itu, dalam kesaksiannya, Sri Mulyani mengakui adanya Laporan Bank Indonesia yang menyebutkan adanya 23 bank lain yang kondisinya kritis saat krisis ekonomi tahun 2008. Di pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat [02/05], Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, dalam rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan [KSSK], Bank Indonesia menyerahkan laporan adanya 18 bank lain yang mengalami kesulitan likuiditas dan 5 bank kondisinya mirip dengan Bank Century.
Hal ini yang melatarbelakangi keputusan KSSK untuk menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Selain itu, Sri Mulyani juga mengungkapkan putusan KSSK untuk menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik sudah dilaporkan pada Presiden dan Wakil Presiden saat itu, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla. ¬´
Foto Antara