Festival musik tahunan Pestapora 2025, yang digelar di Jakarta pada 5–7 September 2025, awalnya menarik perhatian karena konsep panggung yang dimulai pagi hari, namun akhirnya menjadi sorotan karena deretan pembatalan penampilan puluhan band dan musisi.
Berbagai peristiwa, baik yang penuh keceriaan maupun sarat polemik, ikut mewarnai perjalanan Pestapora 2025. Berikut ini adalah kilas balik yang merangkum jalannya festival tersebut.
Sejak dibuka pada Jumat, 5 September 2025, Pestapora mengambil keputusan untuk memulai sejumlah pertunjukan sejak jam 08.00 WIB, jauh lebih pagi dari edisi-edisi sebelumnya, demi kenyamanan dan keamanan penonton di tengah meningkatnya trafik dan cuaca Jakarta. Penonton menunjukkan antusiasme besar, membuat suasana festival sejak pagi begitu hidup.
Moment-momen unik mulai mencuri perhatian publik, misalnya ketika H. Rhoma Irama mengimami salat Jumat di tengah gelaran musik, serta interaksi musisi yang saling bertukar lagu di atas panggung formasi yang menghasilkan kebaruan dan nuansa kekeluargaan dalam festival.

Di balik kemeriahan festival, terselip kontroversi besar. Pestapora 2025 menjalin kerja sama dengan PT Freeport Indonesia, perusahaan tambang yang sering dikritik terkait isu lingkungan dan HAM. Isu mengenai sponsorship ini terlebih dahulu mencuat di media sosial sebelum pengumuman resmi dilakukan, sehingga memantik penolakan dari sejumlah musisi serta aktivis lingkungan.
Dampak dari kontroversi itu, sejumlah musisi dan band memilih menarik diri dari daftar penampil sebagai bentuk penolakan. Beberapa nama besar seperti Hindia, .Feast, The Panturas, dan Sukatani, disusul oleh Leipzig, Durga, Kelelawar Malam, Rebellion Rose, serta banyak lainnya, resmi batal tampil.
Rasa kecewa pun dilontarkan oleh sejumlah musisi, yang mengekspresikannya dengan penuh emosi. Hindia dan Feast, misalnya, mengaku baru mengetahui keterlibatan Freeport pada malam setelah hari pertama festival. Dorongan emosi berupa kekecewaan mendalam dan kemarahan membuat mereka mengambil langkah mundur, agar tetap konsisten dengan nilai dan prinsip yang mereka pegang.
Penyelenggara merespons dinamika yang semakin panas dengan menghentikan kerjasama bersama PT Freeport Indonesia, terhitung sejak Sabtu, 6 September 2025. Mereka menegaskan komitmennya bahwa pada hari kedua dan ketiga penyelenggaraan, tidak lagi ada keterlibatan ataupun dukungan dana dari perusahaan tambang tersebut.
Festival Director, Ucup, menyampaikan permohonan maaf atas kelalaian awal dalam menjalin kerja sama dengan pihak sponsor. Ia menekankan bahwa segala konsekuensi dari keputusan ini sepenuhnya ditanggung oleh pihak penyelenggara. Festival ini tetap terlaksana, meski dengan formasi artis yang telah dimodifikasi sesuai situasi. Pihak penyelenggara memastikan tidak ada dana yang mengalir dari PT Freeport Indonesia. Ia menambahkan bahwa perjanjian kerja sama tersebut resmi dihentikan pada Jumat malam, 5 September 2025.
Beberapa musisi memang memilih untuk tetap tampil meski dengan langkah proaktif dalam bentuk solidaritas. Yacko menjadi salah satu musisi yang mengambil langkah berbeda. Ia tetap naik ke panggung Hip Hop, tetapi memutuskan untuk menyalurkan seluruh honornya ke Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) sebagai bentuk solidaritas terhadap perjuangan lingkungan dan hak asasi manusia.
Dalam aksi solidaritasnya, The Panturas menyalurkan seluruh hasil penjualan merchandise di Pestapora untuk masyarakat Papua, langkah yang segera menuai apresiasi luas. Di sisi lain, Rebellion Rose memilih cara berbeda: tetap hadir meski batal tampil di panggung resmi, mereka justru memainkan set akustik di luar area utama untuk tetap bersama para pendengar.
Kontroversi Pestapora 2025 menyoroti betapa pentingnya transparansi sponsorship dan kepekaan terhadap citra publik sebuah acara. Kurangnya transparansi atau komunikasi yang jelas mengenai kerja sama dengan sponsor berpotensi meruntuhkan kepercayaan publik dalam waktu singkat. Reaksi musisi yang cepat dan tegas mencerminkan bahwa nilai-nilai sosial dan lingkungan merupakan pertimbangan penting dalam ekosistem budaya dan musik saat ini.
Langkah cepat penyelenggara yang memutus kerja sama dan tetap melanjutkan acara bisa menjadi pelajaran bahwa manajemen krisis yang sigap dan terbuka bisa meredam konflik, meski tidak semua pihak kembali, seperti kasus Hindia dan .Feast yang tetap memilih mundur.
Secara keseluruhan, Pestapora 2025 tetap terlaksana selama tiga hari, 5–7 September 2025, di Gambir Expo & Hall D2 JIExpo Kemayoran, Jakarta, meski lineup dan format pertunjukan mengalami sejumlah penyesuaian.
Pestapora 2025 bermula dengan gebrakan positif melalui konsep panggung yang dimulai pagi dan pertunjukan unik. Walaupun Pestapora 2025 dibuka dengan semangat positif, kenyataannya festival ini kemudian lebih banyak disorot karena polemik sponsorship yang menimbulkan aksi boikot dan kritik dari musisi.
Namun demikian, langkah tegas penyelenggara dalam menghentikan kolaborasi dengan sponsor, ditambah sikap solidaritas para musisi, memberi pesan kuat bahwa sebuah festival musik tidak lagi dipandang hanya sebagai sarana hiburan, melainkan juga sebagai ruang untuk menegaskan nilai, prinsip, dan aspirasi sosial.