“Karena Singapura bermaksud menggabungkan perjanjian ekstradisi tersebut dengan kerja sama pertahanan bagi kedua negara,” katanya di Medan, Kamis.
Menurut Suhaidi, tidak mungkin perjanjian ekstradisi para koruptor warga Indonesia yang tinggal di Singapura, dikait-kaitkan dengan kerja sama pertahanan.
“Perjanjian pengembalian koruptor Indonesia yang berada di negara “Singa” itu, harus tetap dipisahkan dengan kerja sama pertahanan, dan jangan disatukan,” ucap Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).
Dia menyebutkan, kalau dibentuk perjanjian ekstradisi, ya ekstradisi saja dan jangan disamakan dengan kerja sama bidang pertahanan.
Oleh karena itu, kata Suhaidi, wajar Indonesia menolak dengan tegas perjanjian ekstradisi yang diajukan Singapura, karena mengikutsertakan kerja sama pertahanan.
“Ini kan mau enaknya Singapura memanfaatkan sebahagian wilayah Indonesia untuk digunakan sebagai tempat latihan militer,” kata mantan Pembantu Dekan I Fakultas Hukum USU.
Dia menambahkan, Indonesia tidak mungkin semudah itu, memberikan sebahagian daerahnya digunakan negara asing untuk lokasi berlatih, dan tentunya juga harus dipikirkan baik dan buruknya.
Selain itu, jelas Suhaidi, kalau pun ada latihan militer digelar di negeri ini, dan dilaksanakan antarnegara, Indonesia sebagai tuan rumah.Bukan negara asing melaksanakan latihan sendiri di Indonesia.
“Kegiatan latihan militer yang membiarkan suatu negara di Indonesia, juga menyangkut wibawa dan harga diri bangsa Indonesia,” ucap Suhaidi.
Menurut dia, kalau Indonesia menerima kerja sama tersebut, bisa saja Singapura akan melaksanakan latihan militer dengan Amerika Serikat atau negara-negara lainnya di wilayah NKRI.
Bahkan, latihan militer bagi negara-negara asing di Indonesia, juga akan dimanfaatkan untuk mematai-matai mengenai pertahanan dan keamanan negeri ini.
“Indonesia harus memikirkan baik buruknya mengenai perjanjian ekstradisi dengan Singapura,” kata Suhaidi.Budi Suyanto
Sumber: Kantor Berita ANTARA