Menteri Kebudayaan Buka IPACS 2025, Tegaskan Sinergi Budaya Nusantara dan Pasifik

0
0
Sumber: NTT Hits

Pada 12 November 2025, di Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Indonesia Pacific Cultural Synergy (IPACS) 2025 resmi dibuka oleh Fadli Zon selaku Menteri Kebudayaan Republik Indonesia. Acara yang mengusung tema “Celebrating Shared Cultures and Community Wisdom” ini menegaskan komitmen Indonesia untuk memperkuat jejaring budaya dan kolaborasi antarnegara di kawasan Pasifik

Forum IPACS 2025 digelar sebagai ruang strategis yang mempertemukan para menteri kebudayaan, seniman, akademisi dan komunitas budaya dari negara-negara Kawasan Pasifik. Indonesia selama ini dikenal sebagai bangsa yang kaya akan keanekaragaman budaya lebih dari 1.340 kelompok etnis, 780 bahasa daerah, dan sejarah panjang peradaban manusia sebagai bagian dari “megadiversity”. Dalam konteks global, kawasan Pasifik menghadapi tantangan bersama seperti perubahan iklim, kerusakan lingkungan, serta dampak globalisasi terhadap warisan budaya sehingga dimensi kolaborasi budaya menjadi semakin penting.

Dalam sambutannya saat membuka IPACS 2025, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menekankan sejumlah hal penting terkait peran Indonesia dan arah sinergi budaya ke depan. Ia menyebut bahwa Indonesia memiliki posisi strategis sebagai “bridge budaya” antara Asia dan Pasifik, memanfaatkan kekayaan maritim dan letak geografisnya untuk memperkuat kerja sama lintas-kawasan. Lebih jauh, Fadli menegaskan bahwa budaya bukan sekadar identitas atau warisan, tetapi juga motor ekonomi kreatif dan pendorong pembangunan berkelanjutan. Sektor budaya dan kreatif global, yang kini bernilai sekitar US$4,3 triliun atau sekitar Rp68,8 triliun, menjadi bukti bahwa potensi ini dapat menggerakkan ekonomi nasional terlihat dari pesatnya pertumbuhan industri film, seni pertunjukan, dan sektor kreatif di Indonesia.

Fadli juga menyoroti keragaman budaya sebagai kekuatan utama bangsa, di mana keberagaman etnis dan tradisi justru menjadi modal untuk memperkaya kebudayaan dunia. Namun, ia mengingatkan adanya ancaman serius yang dihadapi banyak negara kepulauan, termasuk Indonesia, yakni perubahan iklim dan dampaknya terhadap situs serta warisan budaya. Menurutnya, krisis iklim kini telah menjadi “darurat budaya” yang menuntut aksi bersama dari seluruh bangsa di kawasan Pasifik.

Sumber: VOI

Oleh karena itu, Fadli menegaskan bahwa IPACS 2025 bukan hanya wadah dialog budaya, tetapi juga momentum untuk mewujudkan sinergi konkret melalui program seperti residensi seniman, pameran budaya, pertukaran kreator, serta kolaborasi lintas-negara yang berkelanjutan.

Rangkaian kegiatan IPACS 2025 diwarnai oleh berbagai agenda penting yang menegaskan semangat kolaborasi budaya antara Indonesia dan negara-negara Pasifik. Salah satunya adalah Pameran Kebudayaan Indonesia di Kawasan Timur yang digelar di Hotel Harper, Kupang. Pameran ini menampilkan kekayaan budaya Indonesia Timur, mulai dari anjungan kerajinan tradisional, tekstil, kuliner khas daerah, hingga produk UMKM yang merepresentasikan keberagaman ekspresi budaya Nusantara.

Selain itu, IPACS 2025 juga menghadirkan Dialog Tingkat Menteri bertema “Rich and Diverse Cultural Heritage of the Pacific Region: A Driver of Sustainable Development”, yang mempertemukan pembicara dari negara-negara Pasifik, Gubernur NTT, serta perwakilan diplomatik Indonesia. Kegiatan ini menjadi ruang strategis untuk bertukar gagasan mengenai peran warisan budaya sebagai penggerak pembangunan berkelanjutan di kawasan kepulauan.

Tak kalah penting, diselenggarakan pula program residensi seniman dan komunitas budaya dari Nusantara dan Pasifik, yang bertujuan memperkuat jejaring antar pelaku seni serta mendorong kolaborasi lintas budaya secara nyata. Sebagai penutup simbolik, peluncuran prangko peringatan IPACS 2025 dilakukan sebagai bentuk apresiasi dan simbol kerja sama budaya yang erat antara Indonesia dan negara-negara Pasifik.

Sinergi budaya yang digagas melalui IPACS 2025 bukan sekadar simbolik, tetapi memiliki unsur-unsur konkret yang mencerminkan kedekatan historis dan tantangan bersama antara Nusantara dan negara-negara Pasifik. Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyoroti adanya jejak sejarah dan warisan budaya bersama, seperti temuan Homo erectus di Sangiran, lukisan gua prasejarah di Sulawesi, serta migrasi manusia purba yang menjadikan kawasan Pasifik sebagai koridor navigasi awal manusia. Hal ini memperkuat narasi “Out of Nusantara”, bahwa Indonesia memiliki peran penting dalam sejarah peradaban manusia.

Lebih lanjut, Fadli menekankan bahwa laut bukanlah pemisah, melainkan jembatan budaya yang menghubungkan masyarakat di Nusantara dan Pasifik. Tradisi maritim, kesenian pesisir, dan pola perdagangan kuno menjadi bukti bahwa hubungan budaya antara kedua kawasan ini telah terjalin sejak lama.

Dalam konteks ekonomi, kolaborasi lintas-negara juga diwujudkan melalui pengembangan industri kreatif dan pertukaran seni, termasuk penguatan UMKM budaya di wilayah kepulauan. Budaya tidak hanya menjadi sarana diplomasi, tetapi juga motor pertumbuhan ekonomi bersama yang mampu membuka peluang baru di sektor kreatif.

Sumber: Kupang News

Selain itu, Fadli menegaskan pentingnya menghadapi tantangan bersama seperti perubahan iklim dan keberlanjutan budaya. Negara-negara kepulauan di kawasan Pasifik sama-sama menghadapi ancaman terhadap situs sejarah, warisan budaya, dan tradisi lokal akibat naiknya permukaan laut serta erosi pantai. Melalui IPACS, kerja sama ini diharapkan menjadi ruang sinergi nyata dalam melestarikan budaya sekaligus menjaga lingkungan demi masa depan generasi mendatang.

Pemilihan Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai tuan rumah IPACS 2025 bukanlah kebetulan, melainkan keputusan yang memiliki makna strategis dan simbolis. NTT berada di garis depan wilayah kepulauan dan maritim Indonesia, menjadikannya lokasi yang sangat relevan sebagai jembatan budaya antara Nusantara dan Pasifik. Provinsi ini juga dikenal kaya akan kearifan lokal dan tradisi maritim, seperti seni tenun ikat, kerajinan tradisional, serta ritual adat yang merepresentasikan keragaman budaya Indonesia Timur sekaligus memiliki kedekatan dengan ekspresi budaya masyarakat Pasifik.

Dengan menjadi tuan rumah, NTT memperoleh kesempatan emas untuk memperkuat profil budaya dan ekonomi kreatif lokal. Melalui berbagai kegiatan seperti pameran budaya, dialog internasional, dan program residensi seniman, IPACS 2025 diharapkan dapat menjadi momentum penting bagi daerah ini untuk memperluas jaringan kerja sama, meningkatkan promosi pariwisata budaya, serta menumbuhkan rasa bangga terhadap warisan lokal yang menjadi bagian dari identitas Indonesia di mata dunia.

IPACS 2025 yang dibuka oleh Menteri Kebudayaan menandai langkah strategis Indonesia dalam mengangkat budaya sebagai kekuatan diplomasi, ekonomi, dan identitas lintaskawasan. Melalui tema “Celebrating Shared Cultures and Community Wisdom”, Indonesia tidak hanya menampilkan keragaman Nusantara, tetapi juga membuka pintu sinergi budaya dengan negara-negara Pasifik. Jika dijalankan dengan baik, sinergi ini dapat membawa manfaat jangka panjang, memperkuat identitas budaya, tumbuhnya industri kreatif, serta pemberdayaan komunitas lokal di kawasan maritim dunia.