Komisi 3 DPR Minta Kebijakan Pengetatan Remisi Koruptor Dikaji Ulang

31
0

Jakarta (14/12/2011) Komisi 3 DPR RI meminta Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsudin meninjau kembali kebijakan pengetatan remisi bagi koruptor dan teroris. Dalam rapat kerja komisi 3 dengan Menteri Hukum dan HAM, di gedung MPR/DPR RI Senayan, Jakarta, Ketua Komisi 3, Benny Kabur Harman mengatakan peninjauan kebijakan diberi batas waktu sampai masa sidang DPR selanjutnya 8 Januari 2011. Kesepakatan ini didasarkan suara masing-masing fraksi dimana sebagian besar fraksi setuju kebijakan ini ditinjau ulang disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Meski ada beberapa fraksi meminta kebijakan itu dicabut. Benny menambahkan, setelah peninjauan kembali komisi 3 terbuka kalau pemerintah ingin mengajukan revisi terhadap peraturan perundang-undangan tentang pemberian remisi.

Dalam kesempatan yang sama Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin mengaku bingung dengan sikap komisi 3 DPR RI yang mempermasalahkan kebijakan pengetatan remisi bagi koruptor dan teroris. Hal ini dikarenakan sebelumnya komisi 3 DPR pernah mengkritik kebijakan kementerian hukum dan ham yang memberi kemudahan remisi bagi koruptor pada 17 Agustus lalu. Tapi justru sekarang mengkritik kebijakan pengetatan remisi. Amir menambahkan, sejauh ini ia belum melakukan pengkajian apapun terhadap kebijakan pengetatan remisi tersebut. Meski begitu, ia siap untuk mengkaji kebaijakan itu dalam waktu yang selayaknya. Menurut Amir, kalau terlalu cepat dikhawatirkan menjadi tidak cermat, tapi melakukan pengkajiann terlalu lama juga tidak baik. Anggota Komisi 3 DPR dari Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo mengatakan sudah terjadi kesalahan opini publik kalau komisi 3 DPR mendukung koruptor dengan mengusulkan hak interplasi. DPR setuju dengan pengetatan remisi bahkan pemberian bonus bagi terpidana korupsi asalkan tidak menyalahi prosedur resmi. Menurut Bambang Soesatyo, hak terpidana yang sudah diberikan lewat SK Menteri tidak bisa dibatalkan hanya dengan telepon Wakil Menteri Hukum dan HAM. Hal itulah yang dinilai komisi sudah menabrak urutan dalam undang-undang. (eko/nuk)

LEAVE A REPLY