Karena swasembada gula merupakan program pemerintah yang harus didukung termasuk oleh Kemendag, katanya kepada wartawan di Banjarmasin, Selasa.
Dukungan tersebut, menurut legislator asal daerah pemilihan (Dapil) Kalimantan Selatan itu, antara lain dengan mengawasi peredaran gula rafinasi agar jangan sampai bocor ke pasaran.
“Jika peredaran gula rafinasi itu masih bocor, berarti Kemendag kurang serius mendukung program swasembada gula,” lanjut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut. Permintaan alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB) Jawa Barat itu, berkaitan pernyataan Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (APEGTI) yang menilai Kemendag tak mampu mengawasi perembesan gula rafinasi.
Padahal gula rafinasi (gula murni berkualitas tinggi berkadar abu dan belerang mendekati nol) itu, khusus diperuntukan bagi industri dan dilarang dijual di pasar bebas.
Mengutip keterangan Ketua Umum APEGTI Natsir Mansyur, wakil rakyat dari PKS itu, mengungkapkan, gula konsumsi produksi petani di pasaran harganya belakangan jatuh di bawah Harga Penetapan Pemerintah (HPP), yakni Rp8.500/kg.
Sebelumnya gula konsumsi produksi petani Rp9.500/kg. Tapi karena ada perembesan gula rafinasi yang harganya Rp8.000/kg, sehingga gula petani tak laku, bahkan tidak terserap pasar, ungkapnya mengutip keterangan Ketua Umum APEGTI.
“Jatuhnya harga gula merupakan disinsentif bagi petani tebu. Para petani tebu merugi dan jelas akan terpukul dengan kondisi tersebut,” lanjut wakil rakyat yang menyadang gelar insinyur dan magister bidang pertanian itu.
Jika terjadi, pada musim berikut, petani tebu jera menanam komoditi tersebut dan memilih mengganti dengan tanaman lain yang lebih menguntungkan, bila pemerintah tidak melakukan perlindungan.
“Jika semua petani tebu berfikir, nantu mau mengganti dengan tanaman lain yang lebih menguntungkan, maka program swasembada gula akan gagal,” demikian Habib Nabiel.
Sumber : Kantor Berita ANTARA