Masyarakat Yogyakarta Tuntut Prioritas Perlindungan Anak

343
0
ifakta jogja Tolak-Kekerasan-Seksual

Aksi yang antara lain diikuti oleh Masyarakat Anti Kekerasan Yogyakarta (Makaryo), LSM Rifka Annisa, serta Sentra Advokasi untuk Perempuan,Difabel dan Anak (SAPDA) tersebut dilakukan dengan masing-masing menggunakan berbagai pakaian adat Indonesia.

Koordinator Aksi, Rina mengatakan aksi tersebut selain menuntut pemenuhan hak anak dan perempuan juga dilakukan untuk memperingati hari antikekerasan Internasional.

“Kami ingin mengajak masyarakat agar jangan hanya bungkam ketika mengetahui kasus kekerasan di lingkungan keluarga khususnya perempuan dan anak-anak,”kata Rina.

Hingga saat ini, kasus kekerasan seksual atau perkosaan masih rentan terjadi pada perempuan, anak bahkan penyandang disabilitas.

“Anak-anak sampai sekarang masih rentan dijadikan objek kekerasan seksual karena dipandang lemah,”kata pendamping korban kekerasan anak dari LSM Rifka Annisa ini.

Menurut dia, kejahatan perkosaan dan kekerasan seksual juga telah bertentangan dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Dalam DUHAM Pasal 3 disebutkan bahwa setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai individu.

Berdasarkan data Komisi Nasional Perempuan sejak 1998-2010, tercatat sebanyak 4.845 kasus perkosaan di Indonesia.

Sementara, berdasarkan data kasus yang terlapor di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rifka Annisa Yogyakarta, terdapat 131 kasus perkosaan dan 71 kasus pelecehan seksual di Yogyakarta,kurun 2009-2012.

Sementara, Rina mengakui, khusus di Daerah Istimewa Yogyakarta, korban kekerasan anak mendapatkan perhatian khusus. Perhatian itu tercermin dalam upaya pembebasan biaya pelayanan kesehatan bagi korban kekerasan anak.

“Kebijakan seperti itu sudah bagus dari pada provinsi lain. Namun masih perlu disosialisasikan kepada petugas kesehatan secara menyeluruh karena masih banyak juga yang tidak tahu,”katanya.

Lebih jauh, ia juga mengusulkan perlunya pembuatan Undang-Undang antiperkosaan. Hal itu disebabkan berbagai kesus perkosaan belum secara efektif tertampung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

“Melihat semakin massif dan sistemiknya tindak kejahatan seksual maka DPR perlu mengundangkan UU antiperkosaan,”kata dia.

Sumber: Kantor Berita ANTARA

Post Author

LEAVE A REPLY