Afgan Comeback dengan “Kacamata”, Sudut Pandang Baru & Transformasi Musik Pop-Indonesia

0
0
Sumber: Instagram/afgan_

Setelah beberapa tahun fokus menembus pasar internasional lewat karya berbahasa Inggris, Afgan akhirnya kembali menyapa penggemar tanah air dengan single terbaru berjudul “Kacamata”. Lagu ini dirilis pada 10 Oktober 2025, menjadi babak baru perjalanan musikalnya yang kini lebih dewasa dan reflektif.

Tidak hanya menjadi lagu baru, “Kacamata” juga berperan sebagai pembuka untuk album ketujuh Afgan berjudul Retrospektif, yang akan dirilis penuh pada November 2025. Seperti namanya, Retrospektif adalah proyek yang memadukan refleksi masa lalu dengan semangat baru, sekaligus menegaskan posisi Afgan sebagai salah satu ikon pop Indonesia modern.

“Ini bukan cuma soal cinta, tapi soal bagaimana kita melihat diri sendiri dan dunia dengan cara yang lebih jujur”, ungkap Afgan dalam wawancara dengan Medcom.id.

Sumber: Instagram/afgan_

Secara tematik, “Kacamata” menggambarkan perjalanan seseorang yang rela berubah demi orang yang dicintainya, bahkan sampai kehilangan jati diri. Namun pada akhirnya, ia menyadari bahwa cinta tidak seharusnya mengubah siapa dirinya yang sebenarnya. Dalam salah satu baitnya, Afgan menulis, “Ku coba pakai kacamata yang kau punya, tapi dunia tak lagi sama”.

Kalimat ini menggambarkan perasaan manusia yang berusaha menyesuaikan diri agar diterima, namun justru kehilangan perspektifnya sendiri. Lagu ini menjadi metafora tentang proses belajar menerima diri apa adanya. Kepada ANTARA News, Afgan menjelaskan bahwa “Kacamata” bukanlah lagu patah hati yang muram, melainkan pengingat untuk tetap otentik. Ia ingin pendengar bisa menertawakan luka dan menghadapinya dengan kacamata baru kacamata kedewasaan dan penerimaan diri. “Aku ingin pendengar bisa merasa lega, bukan tenggelam dalam sedih. Kadang kita cuma perlu ganti kacamata untuk lihat hidup dengan cara berbeda”, tutur Afgan.

Proses kreatif dan produksi “Kacamata” melibatkan kolaborasi antara Afgan dengan para musisi muda berbakat seperti Iqbal Siregar, Petra Sihombing, dan Kamga Mohammed. Iqbal menyumbangkan ide dasar berupa melodi dan lirik awal, yang kemudian dikembangkan bersama Afgan hingga mencapai versi final. Sebagai sosok yang dikenal perfeksionis dalam produksi vokal, Afgan menyelesaikan proses rekaman lagu ini hanya dalam setengah hari. Namun, tahap mixing dan mastering memakan waktu sekitar dua bulan agar hasil akhirnya terdengar bersih, seimbang, dan dinamis di berbagai platform audio. “Afgan punya standar produksi yang tinggi. Dia tahu kapan harus bernyanyi lembut, kapan memberi tekanan emosional”, ujar Petra dalam wawancara bersama Hypeabis.id.

Secara musikal, “Kacamata” menampilkan perpaduan antara pop klasik khas Afgan dengan sentuhan RnB modern. Alih-alih menonjolkan balada piano melankolis seperti dalam lagu-lagu terdahulunya, kali ini Afgan menghadirkan permainan gitar yang lebih menonjol, groove yang halus, serta beat ringan namun tetap menyimpan kedalaman emosional. Pendekatan tersebut membuat lagu terasa segar dan relevan bagi generasi muda, namun tetap mempertahankan signature sound Afgan yang dikenal lembut, elegan, dan penuh perasaan.

Video musik “Kacamata” disutradarai oleh Shadtoto Prasetio dan menampilkan Yuki Kato sebagai lawan main Afgan. Konsep visualnya mengusung gaya minimalis dan elegan dengan dominasi warna putih, abu-abu, serta sentuhan nuansa retro ala tahun 90-an yang kuat. Salah satu adegan ikonik memperlihatkan Afgan dan Yuki memainkan catur sebuah simbol yang menggambarkan dinamika hubungan penuh strategi, langkah maju dan mundur, serta keputusan antara bertahan atau menyerah.

Sumber: Instagram/afgan_

Visual tersebut menjadi representasi dari pesan utama lagu, yakni melihat cinta dari sudut pandang baru, bukan sekadar soal menang atau kalah. Sejak dirilis, video ini berhasil trending di YouTube Indonesia, menembus lebih dari 2 juta penayangan dalam 48 jam pertama, serta mendapat banyak komentar positif dari penggemar yang merindukan sisi pop Afgan yang hangat dan personal. “Afgan versi 2025 terasa lebih manusiawi dan jujur”, tulis salah satu komentar di kolom tanggapan video tersebut.

“Kacamata” menjadi gerbang menuju era Retrospektif, sebuah album konsep yang dirancang sebagai perayaan perjalanan karier Afgan selama lebih dari 15 tahun di industri musik. Album ini dikabarkan akan berisi sejumlah lagu baru yang lebih reflektif, serta beberapa re-interpretasi dari lagu-lagu lama Afgan dengan aransemen yang segar dan berbeda dari versi orisinalnya. Menurut Afgan, “Retrospektif” adalah perjalanan untuk melihat ke belakang demi bisa melangkah ke depan sebuah refleksi musikal yang menggambarkan proses pendewasaan seorang seniman tanpa kehilangan semangat muda yang membentuk dirinya sejak awal. Melalui konsep ini, Afgan ingin menunjukkan bahwa kedewasaan bukan berarti kehilangan gairah, melainkan kemampuan untuk memahami perjalanan hidup dengan lebih tenang, jujur, dan penuh rasa syukur.

Afgan pertama kali mencuri perhatian publik lewat lagu “Terima Kasih Cinta” (2008), sebuah balada pop yang langsung melejit di tangga lagu Indonesia dan menjadikannya salah satu penyanyi muda paling menjanjikan pada masanya. Karakter vokalnya yang lembut, penuh emosi, serta citra “clean boy” yang identik dengan kacamata menjadi daya tarik khas yang melekat kuat pada dirinya. Namun, memasuki era 2019–2023, Afgan mulai bereksperimen dengan karya internasional melalui album Wallflower, yang seluruhnya berbahasa Inggris.

Dalam proyek tersebut, ia berkolaborasi dengan musisi global seperti Jackson Wang, sekaligus mengeksplor gaya pop-R&B modern dengan sentuhan internasional. Kini, lewat lagu “Kacamata”, Afgan tampak menemukan titik keseimbangan antara eksplorasi global dan akar musikalnya di Indonesia. Ia tidak lagi sekadar tampil sebagai pop idol, melainkan sebagai seniman yang matang dan sadar akan esensi diri serta budaya musik lokal. “Aku ingin tetap relevan, tapi tidak kehilangan suara yang dulu membuat orang jatuh cinta padaku”, ungkap Afgan dalam wawancara bersama VOI.id.

“Kacamata” menjadi lagu penting dalam peta musik pop Indonesia karena menghadirkan kombinasi ideal antara nostalgia dan pembaruan. Secara musikal, lagu ini menjembatani dua generasi pendengar: generasi awal 2010-an yang tumbuh bersama balada klasik Afgan, serta generasi Gen-Z yang akrab dengan produksi musik modern bernuansa R&B dan minimal pop. Pendekatan ini bukan hanya memperluas jangkauan Afgan, tetapi juga membuktikan bahwa musik pop Indonesia mampu bersaing dalam hal kualitas produksi dengan karya internasional. Lebih dari itu, “Kacamata” menegaskan kembali pentingnya ruang bagi musik pop lokal di tengah dominasi lagu-lagu Korea dan Barat.

Sumber: Instagram/afgan_

Afgan berhasil mengembalikan perhatian publik pada pop Indonesia yang autentik, menunjukkan bahwa bahasa Indonesia tetap bisa terdengar global tanpa kehilangan kedalaman emosionalnya. Tak berhenti di sisi musikal, lagu ini juga membawa pesan universal tentang penerimaan diri dan kejujuran emosional. “Kacamata” bukan sekadar lagu cinta, tetapi refleksi tentang bagaimana seseorang belajar mencintai dirinya apa adanya sejalan dengan tren global musik pop yang lebih introspektif dan bermakna, seperti karya Sam Smith, Joji, atau Lauv.

“Kacamata” bukan sekadar lagu baru Afgan ia adalah simbol evolusi, refleksi, dan keberanian untuk berubah. Dalam satu karya, Afgan berhasil merangkul masa lalunya, berbicara kepada masa kini, dan menatap masa depan dengan optimisme.

Bagi industri musik Indonesia, kembalinya Afgan lewat Retrospektif membuktikan bahwa pop lokal tetap relevan dan kuat secara artistik. Dan bagi para pendengarnya, “Kacamata” menjadi pengingat lembut: kadang kita hanya perlu melihat dunia dengan cara yang baru untuk menemukan versi terbaik dari diri kita sendiri.